Posted by : Muhammad Rachman Afandi Esa
Saturday, 10 November 2012
28
tahun berlalu. Ketika Abdul Gafur Menteri Muda Urusan Pemuda meneken
batu prasasti gedung yang kini berada di Jl Muh Yamin 31 Manding,
Polewali Mandar. Mungkin Menteri Kabinet Pembangunan Orde Presiden
Soeharto itu tidak pernah menduga, bangunan yang pernah diresmikannya
kelak akan menjadi titik pertemuan para Penggalang terbaik dari seluruh
Indonesia.
Bangunan yang berdiri kokoh di areal
seluas kurang-lebih tiga hektar itu, saat ini telah berubah sebagai
candradimuka kader Pramuka. Saat masih bergabung dengan Sulawes Selatan,
Lembaga Cabang Pendidikan Kader Pramuka (Cadika) merupakan satu-satunya
pusat pendidikan dan latihan kader Pramuka di Wilayah I Sulsel.
Tak heran jebolan peserta didik luaran
Cadika di Polewali Mamasa (kini Polman) selalu dianggap memiliki
kualitas di atas rata-rata, khususnya dalam kehidupan berorganisasi dan
jiwa kepemimpinan. “Secara langsung atau tidak Cadika telah memberi
warna bagi ribuan orang yang telah dididik di sini,” ujar H. Anwar
Madising salah satu sesepuh Gerakan Pramuka di Sulbar saat berbincang
dengan e-koranmandar.com, Rabu (31/10/2012).
Anwar yang masih aktif di Korps Pelatih
Gerakan Pramuka Kwarcab Polman, mengatakan, salah satu tokoh yang
memiliki jasa atas pembangunan Cadika, tidak lain adalah HM. Masdar
Pasmar. “Beliau adalah tokoh yang sangat mencintai Gerakan Pramuka,
melebihi kecintaannya pada organisasi apapun yang pernah dijabatnya.
Beliau mantan ketua Golkar beberapa periode, kepala BP7, dan terakhir
sebagai Ketua DPRD Polman. Ia mengendalikan semua aktivitas organisasi
lainnya dari Cadika,” paparnya menerawang sosok yang sangat dihormatinya
itu.
Sebelum bermetamorfosis dari Cadika
menjadi Pusat Pendidikan dan Latihan Cabang (Pusdiklatcab) HM Masdar
Pasmar, Cadika sebelumnya bernama Ammana Pattolawali, nama salah satu
pejuang di Tanah Mandar, Sulbar. Darma Bakti HM Masdar Pasmar yang tidak
bisa diukur kepada Gerakan Pramuka yang membuat semua pihak sepakat
untuk mendedikasikan namanya, melabeli Pusdiklatcab.
Setelah HM Masdar Pasmar meninggal
dunia, ia digantikan puteranya Andi Ibrahim Masdar yang dipilih secara
mufakat di Musda Kwartir Polman beberapa tahun lalu. Saat Sulbar berdiri
sebagai provinsi, lima kabupaten atau kwartir yang ada pun sepakat
mengusung Andi Ibrahim Masdar sebagai Ketua Kwarda Sulbar tahun 2005.
Beberapa tahun berjalan jabatan ketua
Kwarcab dan Ketua Kwarda dipegangnya sekaligus. Hingga Andi Masri
Masdar, terpilih sebagai Ketua Kwarcab Polman tahun 2010. Ayahnya,
menjabat sebagai Ketua Kwarcab Polewali Mandas hasil Muscab di
Campalagian tahun 1968 hingga tahun 2000-an.
Andai almarhum masih hidup, beliau
dipastikan akan menjadi Ketua Kwarda Sulbar pertama. Sebagai kilas
balik, sebelum memegang kwartir cabang Polmas hingga separuh umurnya,
ada figur lain yang pernah menjadi ketua kwarcab, yakni Ahmad Kadir
(dari Depag Polmas); Aksin Suwarso (Kapolres Polmas) setelah mutasi
Suwarso digantikan Kapolres baru, Renda Tombi sebagai pelaksana tugas
sampai Muscab digelar tahun 1968.
“Kita berharap agar ketua Kwarcab
Polman, atau Kwarda Sulbar bisa mewarisi semangat, dan loyalitas
almarhum HM Masdar Pasmar. Sungguh sulit mencari ketua kwarcab
sekharismatik almarhum,” ungkap Kepala Pusdiklatcab HM Masdar Pasmar,
B. Aminuddin K.
Bila tidak ada aral melintang, Kemah
Budaya Nasional (KBN)III tahun 2012 akan digelar sana. Lokasi yang
dahulu dipenuhi rerimbunan semak, ubi kayu, tanaman pisang dan pohon
kelapa kini telah disulap menjadi area yang sangat refrensentatif untuk
kegiatan diklat.
Jika bertandang ke Pusdiklatcab,
sedikitnya Anda akan melihat dua asrama putera-puteri yang bisa
menampung 100 peserta kursus; tribun/lapangan upacara; lapangan sepak
bola; aula; masjid; dapur umum; sekretariat DKC; MCK yang bisa melayani
puluhan orang secara bersamaan; dan kantor sekretariat kwartir cabang.
Jalan-jalan yang berada di area pusdiklatcab juga sedang tahap
pengaspalan.
Penulis yang menjejak untuk kali pertama
Cadika tahun 1989, dapat melihat perkembangan dan manfaat yang
dimilikinya. Gedung-gedung yang ada di sana menjadi saksi atas ribuan
pekik, canda, semangat, air mata, impian pembina dan yel-yel peserta
didik yang terus membuat semua pihak bersemangat berlatih di berbagai
pangkalan gugus depan.
Tahun 1989, di Dian Pinsat yang penulis
ikuti, pesertanya masih harus berkemah di atas tumpukan semak/rerumputan
atau sisa daun ubi kayu yang dibabat sendiri. Tak ada sarana listrik
yang memadai, bila hujan mengguyur beberapa jam peserta harus rela tidur
di atas tikar yang basah, atau berdiang di depan tungku kayu karena
nyamuk, dan cuaca dingin.
Namun kini, keadaan jauh lebih baik,
sebab di sisi barat dan timur telah ada asrama kegiatan diklat. Untuk
peserta yang harus berkemah, kondisi lapangan tidak lagi berundak sisa
tegalan. Tapi lebih rata, bahkan untuk KBN 2012 nanti, Pemerintah Daerah
telah membantu untuk menimbun dan merapikan halaman belakang Cadika.
Usia 28 tahun tentu bukan rentang waktu
biasa-biasa saja. Bagi Pusdiklatcab HM Masdar Pasmar umur selempang itu
menjadi kesempatan dalam mendidik dan melatih serta mempersiapkan
calon-calon pemimpin di masa datang. Di Cadika, sebutan yang terlanjur
melekat, bermuara satu kepentingan bersama agar Gerakan Pramuka terus
tumbuh, dan mampu mengadaptasi perkembangan zaman.
Akhirnya, salamaq topole anna todzipolei (selamat datang) di Pusdiklatcab HM Masdar Pasmar.
(Adi Arwan Alimin, Korps Pelatih Kwarda Sulbar)
[sumber berita: http://e-koranmandar.com]
Related Posts :
- Back to Home »
- News Pramuka »
- Selayang Pandang Pusdiklatcab HM Masdar Pasmar