Posted by : Muhammad Rachman Afandi Esa Tuesday, 10 May 2016

JAKARTA - Kejahatan keji pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun, 14 di Bengkulu memberikan bukti kuat bahwa keamanan perempuan dan anak masih rendah. Karena itu, Polri yang sudah gregetan dengan adanya kasus tersebut berencana melakukan evaluasi tingkat keamanan di daerah. Hal itu ditujukan untuk meningkatkan keamanan terhadap perempuan dan anak.

Kadivhumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menuturkan, memang harus ada evaluasi terhadap tingkat keamanan , khususnya Bengkulu. Ada sejumlah hal yang harus benar-benar disorot, diantaranya soal kejahatan-kejahatan tindak pidana ringan. ”Kejahatan ringan ini yang berakumulasi menjadi kejahatan luar biasa keji,” tuturnya saat dihubungi kemarin (5/5).

Bila dianalisa, setidaknya ada dua kejahatan yang biasa dilakukan para pelaku pemerkosaan dan pembunuhan tersebut. Yakni, kombinasi antara kebiasaan minum minuman keras (miras) dan mengkonsumsi film porno. ”Kedua kejahatan itu tidak bisa dipandang sebelah mata,” tegasnya.

            Sebab, semua masalah itu menimbulkan prilaku manusia yang sama sekali tidak memiliki moral. Manusia-manusia kehilangan akal dan muncul niat-niat rendah. ”Sering kali manusia dengan keadaan yang kehilangan akal dan memiliki moral rendah itu mengincar perempuan dan anak-anak,” ujarnya.

            Sebagai bagian evaluasi keamanan itu, akan dipetakan di titik mana saja terdapat pembuat dan penjual miras. Jumlah penjual harus diketahui dan kemudian dilakukan penindakan, berupa razia dan penutupan. ”Ini kegiatan yang tidak boleh diabaikan polisi,” tuturnya.

            Tempat penjualan video porno juga harus menjadi sasaran. Dia menuturkan, video porno itu harus dihentikan peredarannya. Untuk video porno yang berasal dari internet juga harus terus ditekan. ”Semua ini harus menjadi kebiasaan anggota kepolisian di setiap daerah,” ujarnya.

            Langkah-langkah ini, lanjutnya, merupakan upaya pencegahan dari kepolisian agar kejadian yang sama tidak terulang di seluruh Indonesia. Tidak boleh ada korban-korban lain yang berjatuhan. ”Semua pemicu harus disingkirkan,” papar lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1988 tersebut.

            Di sisi lain, langkah kepolisian ini tidak akan efektif tanpa upaya jangka panjang dari pemerintah daerah (Pemda). Berupa perbaikan pendidikan, kesejahteraan dan peningkatan infrastruktur. ”Jumlah warga Indonesia mencapai 250 juta orang, tentunya tidak bisa kami mengawasinya satu per satu,” tegasnya.

            Dia mengungkapkan, tingkat pendidikan dengan kesejahteraan yang baik akan menjadi modal yang cukup untuk menciptakan manusia yang bermoral. Masalah ini yang selama ini terbukti menjadi sebab dari terjadinya tindakan kejahatan. ”Kalau pendidikan dan kesejahteraan masyarakat tercukupi, kejahatan pasti akan sangat menurun,” papar mantan Kapolres Pasuruan tersebut.

            Untuk hukuman terhadap pelaku kejahatan pada perempuan dan anak, yang utama adalah sistemnya. Pelaku kejahatan yang keji seperti ini tentu harus dihukum semaksimal mungkin sesuai perundang-undangan. ”Utamanya, untuk membuat orang jera melakukannya,” ungkapnya.

            Namun begitu, konsep hukum di Indonesia juga mengakamodir agar pelaku kejahatan bisa untuk menjadi orang yang lebih baik. Dalam kasus ini, untuk tersangka yang masih usia anak tentu perlu pembinaan. ”Agar tidak mengulang prilaku yang sama,” ujarnya.

            Dia menegaskan, Polri berkomitmen untuk memotong mata rantai kejahatan terhadap perempuan dan anak. Hal tersebut ditujukan untuk menunjukkan bahwa negara berupaya sekuat tenaga memproteksi perempuan dan anak bangsa. ”Kami berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya,” ujarnya.

            Sementara Sekretaris Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menuturkan, seharusnya jaksa juga bisa memberikan peran yang lebih aktif untuk memenuhi rasa keadilan yang diharapkan masyarakat. ”Kejahatan yang menodai derajat kemanusiaan ini tentunya harus mendapatkan hukuman maksimal,” paparnya.

            Fakta hukum harus benar-benar diteliti agar bisa menunjukkan hukuman yang paling maksimal. Apalagi, setelah ada instruksi dari Presiden Joko Widodo, tentunya kasus ini akan juga disorot Jaksa Agung H M. Prasetyo. ”Perhatian khusus dari Jaksa Agung tentunya ada,” terangnya.

            Lalu, perbaikan regulasi yang benar-benar memenuhi rasa keadilan juga perlu segera dibentuk. Hukuman terhadap pemerkosa dan pembunuhan, apalagi terhadap anak tidak lagi bisa hanya berupa hukuman penjara.

”Legislatif tentunya perlu lebih berkomitmen untuk memberikan terobosan hukuman yang lebih memberikan efek jera, bisa seperti yang dirancang berupa pengebirian. Atau juga hukuman yang lainnya,” ujarnya.

Sebenarnya kasus ini tidak hanya membutuhkan perbaikan aspek hukum. Namun, juga keseriusan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak dengan cara yang lainnya. ”Perlindungan ini tidak bisa hanya ditumpukan pada penegak hukum. Kalau hanya pada penegak hukum, tentu perlindungan negara masih sangat minim,” ujarnya.

Perlu membentuk budaya yang benar-benar akomodatif dalam melindungi perempuan dan anak. Karena itu komisi seperti, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Perempuan perlu untuk hadir hingga ke pelosok-pelosok desa. ”Saat ini, komisi semacam ini hanya di kota besar,” jelasnya.

Dia menegaskan, pembentukan budaya yang melindungi perempuan dan anak ini biasa didorong oleh komisi yang benar-benar berkecimpung dengan bidang tersebut. ”Berbagai upaya bisa dilakukan, agar masyarakat juga bisa menjadi pengawas dan pelindung dari kejahatan terhadap perempuan dan anak,” tuturnya.
Komnas Perempuan mencatat ada 2.399 kasus perkosaan yang terlaporkan sepanjang 2015.
Sementara itu, hukuman fisik penjara dinilai tak cukup lagi untuk membalas tindakan pelaku pemerkosaan. Hukuman bentuk lain pun tengah disiapkan. Menteri Sosial (Mensos) Indar Parawangsa menyampaikan, hukuman kebiri ini harus diterapkan di Indonesia. Ada beberapa teknis yang bisa diadopsi untuk menhilangkan hasrat seksual tersebut. "Misalnya, bedah syaraf libido atau mengoleskan zat kimia tertentu," ujarnya.

Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan itu mengusulkan, hukuman ini sebaiknya diberikan dengan efek dan masa berlaku tertentu. Dengan begitu, hasrat seksual bisa dikendalikan dalam jangka waktu lama. ” Efek dan masa berlakunya bisa mulai 10, 12 hingga 50 tahun,” tegasnya.

Tak cukup itu saja, Khofifah juga meminta agar para pelaku kejahatan seksual anak dan perempuan ini dipublikasikan identitasnya. Gambar mereka bisa ditampilkan di baliho besar di ruang-ruang publik dan media sosial. "Supaya sanksi sosial bisa langsung dijatuhkan oleh masyarakat kepada pelaku," ucapnya geram.

Kedua tambahan hukuman ini pun harus diperberat lagi dengan hukuman maksimal dalam putusan pengadilan. Dengan begitu, pelaku atau pihak yang memiliki niatan tersebut akan berpikir berulang kali untuk melakukan kejahatan seksual ini. ”Jangan sebaliknya (putusan hukuman ringan). Tindakan ini jangan dianggap lebay. Keseriusan ini perlu agar tidak ada korban-korban selanjutnya,” tegasnya.
Aktivis antikekerasan seksual dari IDKita Christie Damayanti menyebut, untuk 14 tersangka pemerkosa Yuyun, pihaknya mendesak agar diberikan hukuman seberat-beratnya. "Sebab, perbuatan mereka sudah di luar batas kemanusiaan," ujarnya.

Karena itu, kata Christie, tidak cukup hanya dengan menjerat  tersangka dengan pasal 76C dan 76D Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara maupun pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman hukuman yang sama.

Sebab, sudah terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan untuk melakukan kekerasan seksual disertai  pembunuhan yang keji. Karena itu, menurut dia, pelaku juga harus di jerat dengan pasal  340 KUHP tentang  pembunuhan berencana. "Ancamannya pidana mati atau pidana penjara seumur hidup," tegasnya.

Christie menyebut, di Indonesia, masih ada ribuan anak korban kekerasan seksual yang harus menanggung trauma seumur hidup. Dia mengatakan, statistik atau data kekerasan seksual  terhadap anak dan remaja hanya bersumber pada pelaporan yang diterima institusi resmi negara terkait.

Padahal, berdasar laporan dari berbagai daerah, kasus kekerasan seksual ini bagai fenomena gunung es. Sejatinya, masih banyak korban-korban  lain yang diam, merasa tabu untuk melaporkan, bahkan ada yang hidup dibawah ancaman  para pelaku biadab, yang lebih tragis lagi dengan bujuk rayu karena gaya hidup atau kemiskinan mereka dijadikan budak seks, perdagangan manusia yang seharusnya di berantas oleh aparat hukum di negeri ini. "Artinya, masih banyak kasus kekerasan seksual lain yang tak terungkap ke publik," ucapnya.
sebagaimana diberitakan, kematian Yuyun yang sangat mengenaskan. Bocah kelas VII SMP itu dibunuh setelah diperkosa oleh 14 pemuda.Perilaku biadab 14 orang yang memperkosa dan membunuh Yuyun akhirnya direspons oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kita semua berduka atas kepergian YY yang tragis," bunyi akun twitter resmi Presiden @jokowi kemarin (4/5). "Tangkap & hukum pelaku seberat-beratnya. Perempuan & anak2 harus dilindungi dari kekerasan," lanjut tweet itu. (JPG/fai)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Sosial Media

Facebook  Twitter  Google+ Instagram Instagram

Popular Post

Powered by Blogger.

Total Pageviews

Sri Sultan Hamengkubuwana IX

Baden Powell

Translate

Waktu Indonesia Timur

- Copyright © My Portal -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -